SIARAN PERS SKPPHI-Jakarta, 14 Oktober 2023 – Membicarakan ambisi negara Indonesia sebagai negara hukum masih menjadi perdebatan krusial diruang publik, sebab, aktualisasi pada semboyan hukum adalah panglima tertinggi belum diwujudkan sebagai tujuan hukum yang paripurna. Kondisi tersebut memberikan benefit yang buruk bagi pencari keadilan dan bila tidak ada upaya untuk melakukan pembenahan kearah yang lebih baik, menimbulkan anggapan/preseden buruk pada citra penegakan hukum, kemudian tercatat dalam sejarah penegakan hukum. SKPPHI sebagai lembaga independen hadir sebagai mitra kritis pemerintah, memberikan kartu merah sebagai bentuk protes dan demonstrasi betapa bobroknya sistem penegakan hukum dewasa ini, sehingga perlu untuk dievaluasi untuk menjadi lebih baik dan tegas ke masa yang akan datang.
Sisi paling utama, negara tidak bisa absen menjalankan tugas dan fungsinya, karena sistem kerja aparatur penegak hukum, sudah didukung berdasarkan ketentuan undang-undang serta fasilitas sarana dan prasana lain (pelatihan-pelatihan, penghasilan, dan support sistem SDM menjadi tim kerja). Jadi tidak ada permasalahan hukum yang tidak bisa diselesaikan karena semua sudah ada acuan masing-masing, ditambah, aparatur penegak hukum sudah diberi hak privilage untuk mengakses hal tersebut, yang menjadi persoalan mendasar adalah ketika oknum-oknum aparatur ini mau atau tidak untuk membuat tujuan hukum tersebut terakomodir.
Di tambahkan SKPPHI, permasalahan-permasalahan mendasar dapat dilihat, ketika tugas dan fungsi institusi Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman, Lembaga pemasyarakatan, Lembaga anti rasuah, Komisi Pemberantasan Korupsi, belum secara efektif dilakukan untuk mewujudkan tujuan hukum. Hasil akhirnya, tentu akan menimbulkan ketidakseimbangan dan tidak merata atas keberlakuan hukum. Situasi ini sangat berdampak terhadap indeks persepsi publik dan menjadikan tingkat kepercayaan masyarakat menjadi rendah dan bahkan nyaris krisis kepercayaan kepada penegakan hukum, dan akhirnya mempengaruhi antusias masyarakat untuk percaya mendapatkan nilai-nilai yang terkandung dalam hukum.
Bukan tanpa alasan, mendasar dari hasil analisa SKPPHI terupdate, ada ragam kasus-kasus hukum yang menjadi catatan penting dan menjadi temuan bahwa penegakan hukum tidak sepenuhnya dilakukan secara sadar. Dimulai dari kasus pembunuhan berencana brigadir polisi Josua Hutabarat, masyarakat sangat banyak yang kecewa disaat para pelaku-pelaku yang justru memiliki peran penting dalam tragedi itu malah mendapatkan hukuman yang tidak setimpal bahkan dari tuntutan sampai putusan, hukuman pada tuntutan yang dibaca jaksa dikurangi dengan alasan yang tidak bisa diterima akal sehat, tetapi secara terpaksa putusan hakim harus diterima menjadi alasan pembenaran, sungguh ini tidak adil.
Kasus selanjutnya, kasus investasi gagal bayar yang korbannya harus menderita, karena uang yang ditempatkan sebagai tabungan dihari tua diperusahaan yang dianggap investasi dan aman serta profesional, malah uang nasabah hilang begitu saja, dan beranggapan proses hukum dikepolisian bisa membantu, sebaliknya pengungkapan kasus belum maksimal. Lebih lanjut contoh kasus lain adalah kasus mirna yang masih diperdebatkan akhir-akhir ini, ada persepsi yang berbeda, dimana satu sisi, sikap jaksa yang tidak fair disaat melakukan penuntutan terhadap jessica dengan pidana, sedangkan proses tersebut tanpa mempertimbangkan kesaksian-kesaksian saksi-saksi atau bukti-bukti lain, atau kasus jaksa yang lain sebagai pembanding yakni seperti kasus pinangki sirna malangsari yang jelas-jelas terlibat membantu buronan kabur selama 11 Tahun, dan menerima sejumlah uang, kondisi saat ini sebaliknya putusan hakim kini membuat bebas bersyarat pelaku/terdakwa.
Lalu jika dikomparasi dengan kejadian dan kasus lain, kasus mencuri getah yang dilakukan kakek samrin, dengan kerugian hanya Rp. 17.000 justru secara agresif diputuskan bersalah dan ada putusan dipidana, ini sangat tidak sebanding dan perlu untuk dievaluasi baik secara internal maupun phak-pihak eksternal.
Begitupun dengan kasus-kasus korupsi, kejadiannya sama, dimana karena aparatur penegak hukum tidak siap dan tidak sempurna untuk memahami tugas dan fungsinya, alhasil menjadikan pimpinan KPK melanggar kode etik karena telah bertemu dengan para pelaku korupsi, sampai terbukti menggunakan fasilitas yang melebih kapasitas sebagai pimpinan KPK, kejadian-kejadian begini adalah bentuk pelemahan terhadap penegakan hukum. ditambah lagi, banyak napi-napi dengan leluasa memakai fasilitas mewah dan bebas menggunakan ponsel dibalik jeruji, ketika para napi dikunjungi kelembaga pemasyarakatan, tidak ada beda saat berada diluar dan didalam, alat komunikasi mudah diakses, dan para petugas lapas diduga bohong jika tidak mengetahui lazim kejadian itu.
Inilah adalah deretan potensi kasus yang bisa menyatakan kedudukan negara masih gagal menciptakan penegakan hukum profesional dan bermartabat serta menjunjung tinggi marwah citra institusi penegakan hukum. Posisi masyarakat secara tidak langsung menjadi sasaran tembak aparatur penegak hukum, terutama masyarakat ekonomi lemah. (karena ada istilah, jika orang miskin melakukan kesalahan dikatakan kejahatan dan sedangkan penguasa, pejabat, atau orang memiliki ekonomi sangat kuat melakukan kesalahan disebut Kebijakan), fenomena ini, benar terjadi. Sehingga harus dipahami, bentuk kekecewaan masyarakat dengan negara dan penegakan hukum harus dilihat secara luas dan mendetail, dan sebagai solusi harus ada perbaikan (revitalisasi) melalui evaluasi oleh kepala negara.
Sebagai gambaran umum, masyarakat Indonesia justru sangat mendambakan adanya penegakan hukum yang maksimal melalui perangkat aparatur penegakan hukum. Hukum (Negara) dan Masyarakat adalah sebuah kombinasi yang paling sempurna dalam menerjemahkan tujuan hukum, yang mana pada pokoknya masyarakat punya peran penting untuk melegitimasi sebuah negara, dan negara punya peran penting untuk membatasi dan mengatur perilaku dan aktivitas masyarakat menjadi teratur (Hukum). Sebagai bentuk partisipasi SKPPHI secara nyata dalam mengawal penegakan hukum diindonesia, maka akan melakukan kajian strategis dengan membuat investigasi-investigasi untuk menemukan solusi ideal bagaimana cara mengatasi penegakan hukum yang profesional. dan seterusnya hasil pemikiran-pemikiran dan analisa yang terkandung, seterusnya akan dibuat menjadi karya ilmiah yang bisa diakses semua kalangan (konsumsi publik) untuk menjawab KARTU MERAH SKPPHI yang ditujukan kepada pemerintah. (Sie Hum)